Sejujurnya, dia tak cantik-cantik amat. Dia tak tampak menonjol biar bagaimana pun. Busana yang ia kenakan tidaklah istimewa. Rambut bagian belakangnya acak-acakan bekas ia tidur. Dia pun tidak muda—mungkin menuju tiga puluhan, tak tepat bila disebut sebagai “gadis,” sebenarnya. Namun tetap saja, kusadari dari jarak lima puluh yar: Dialah sang gadis yang 100% persen sempurna untukku. Saat kulihat dirinya, terdapat gemuruh di dada, dan mulutku terasa sekering gurun pasir.