Di Kalimalang, bersama orang-orang malang
Digilas nasib buruk, dihantam karang hidup nan pejal juga tajam
Nasib-nasib ini, kata si pongah
Kudulah membuatmu waskita
Ia tak tahu cerita mpok Konong
Menjual batang bambu di Kalimalang
Kini bambu susah didapat
Orang-orang tak lagi butuh bambu
Dan rumahnya digusur, mengalah untuk pembangunan
Ia tak tahu kisah bang Ikim
Di sisa umur mengandalkan diri sekenanya
Mencari kroto, mereparasi listrik, menjadi juru parkir
Dan oleh sebab tak sanggup bikin anak
Ditinggal-selingkuh jua oleh istrinya
Aku hanya mematung saat mataku beradu-tatap dengan matanya
Kemarin hari
Ia tak tahu kisah bang Kantil
Merangkum rupiah dari keandalannya mengajar ngaji
Di langgar kami. Bukan madrasah! Bukan TPA!
Karena ia tak punya sertifikasi
Ya, kini mengajar ngaji pun butuh selembar sertifikat
Kalam tuhan ditukar uang, dan tuhan semata dihamba
Di Kalimalang, bersama orang-orang malang
Tiada kami kenal istilah perjudian terakhir
Karena hidup pada dasarnya adalah bagaimana
Dadu yang kami lempar menunjukkan nasib cerah
Sialnya kami lebih sering kalah
Di Kalimalang, bercampur debu dan jeleknya beton-beton
Diiringi lapar perut nan menyiksa
Aku mengenangmu
Dan nasi bebek sambal super pedas yang kau beri di suatu malam itu.